Rabu, 13 Februari 2013
Sabtu, 09 Februari 2013
PENGABDIAN
PUTRI SEDARO PUTIH
CERITA
RAKYAT SUMATERA UTARA
Tersebutlah sebuah desa kecil yang
terpencil. Jauh dari desa - desa lainnya di sekitar Rejang, bengkulu. Di sebuah
rumah kecil yang sangat sederhana hiduplah tujuh saudara. Enam laki – laki dan
satu si bungsu perempuan . si bungsu itu bernama sedaro putih. Mereka yatim
piatu keadaannya. Semenjak kelahiran sedaro putih, ayah dan ibunya telah
meninggal dunia.
Tujuh
bersaudara itu hidup rukun. Mereka tak pernah bertengkar namun saling membantu
dalam meringankan pekerjaan. Enam saudara laki – laki setiap hari pergi ke
sawah untuk bercocok tanam. Sementara si bungsu sedaro putih mempersiapkan
makanan dan mengerjakan pekerjaan di rumah.
Mereka
sangat sayang kepada adiknya , sedaro putih. Karena sedaroh putih, mereka tidak
lagi susah – susah memasak makanan. Pulang dari sawah, sudah tersedia makanan
di dapur. Tidak susah pula mencari minum, karena tempayan sudah terisih penuh.
Tidaklah heran jika segala keperluan sedaroh putih di penuhi oleh kakak –
kakaknya.
Alkisah, suatu malam sedaroh putih sedang tidur. Dalam
tidurnya ia bermimpi, seakan akan di datangi orang asing yang sama sekali belum
pernah di kenalnya.
“ siapakah
tuan sebenarnya ?” tanya sedaroh putih dalam mimpinya.
“ engkau tak
perlu tahu siapakah diriku, nak. Namun kau harus tahu tentang dirimu sendiri.
Aku datang untuk membawa kabar buatmu,” kata orang asing itu.
“ apa
maksudmu ?”
“ ketahulilah
bahwa diantara saudara – saudaramu, kaulah yang paling bungsu. Namun sebenarnya
kau ini nenek dari ke enam saudaramu itu. Karenanya ajalmu sudah dekat.
Bersiaplah menghadapinya !”
“ Hah....!”
sedaro putih terperanjat. “ benarkah aku akan segera mati ?”
“ Ya. Tetapi
kau akan menjadi makhluk yang mulia dan berguna untuk orang banyak.”
“ apa
mungkin, orang yang sudah mati
bermanfaat untuk orang banyak ?”
“ Ya, kau
akan bermanfaat. Karena di atas kuburanmu nanti akan tumbuh sebatang pohon yang
tak pernah ada sebelumnya. Pohon itu akan berguna bagi siapa saja. Bahkan
sangat di perlukan,” jawab orang asing tersebut.
Sesaat
kemudian sedaro putih terhenyak, dari mimpinya. Ia sadar dan terbangun.
Jantungnya berdegup kencang. Mimpinya itu sangat menakutkan. Mungkinkah dia
harus mati dalam usia muda? Demikiannya pikirnya dalam hati. Ia duduk terpekur
sampai pagi.
Semenjak
itu sedaro putih tidak lagi bersemangat. Ia selalu murung. Mimpi itu sangat
terkesan di hatinya. Sehingga sepanjang hari hanya memikirkan nasibnya.
Akibatnya, gadis cantik itu tidak enak makan dan tak enak tidur. Hatinya
gelisah dan selalu cemas. Tubuhnya semakin lama semakin kurus. Wajahnya menjadi
kusut dan tak bercahaya lagi.
Saudara
–saudaranya ikut sedih melihat sikap sedaro putih yang demikian itu.
“ apkkah yang
menyebabkan engkau murung selalu ?” tanya saudara sulungnya.
Sedaro
putih enggan bicara. Ia tak ingin mimpinya itu diketahui oleh saudara –
saudaranya.
“ ayolah
adiku, katakan! Apakah enggkau sedang sakit. Jika sakit maka kakak akan carikan
obatnya,” desak saudara sulung.
Sedaro
putih hanya menggeleng. Matanya hanya berkaca kaca. Hal ini membuat saudara
sulung semakin penasaran. Ia terus mendesak agar adikknya mau mengaku secara
terus terang. Akhirnya sedaro putih menceritakan tentang mimpinya.
“ aku telah
bermimpi didatangi seseorang dan mengatakan bahwa diriku segera mati,” katanya
sambil menangis.
“ jangan
percaya mimpi. Bukankah mimpi itu bunga tidur?” kakaknya menghibur.
“ tidak, ini
bukan ilusi. Aku takut mimpiku menjadi kenyataan.”
“ apa yang
dikatakan seseorang dalam mimpimu itu?”
“ katanya,
jika aku mati dan telah dikuburkan, maka di atas pusaraku akan tumbuh pohon
asing. Pohon itu berguna untuk semua orang.”
“ pohon apakah
itu?”
“ aku tidak
tahu,” katanya sambil menghela nafas. Ia
kemudian melanjudkan kata – katanya, “ jika memang demikian, berati aku masih
bermanfaat bagi orang lain. Biarlah aku rela.”
“ jangan!
Kita harus bersama dan panjang umur. Sebelum mati, kita harus mempunyai
keturunan untuk menyaqmbung generasi. Lupakan
saja mimpimu itu !” hibur kakaknya.
Semenjak
saat itu semua kakaknya menghibur sedaroh putih agar tidak bersedih. Perlahan
lahan gadis itu mampu melupakan mimpinya. Ia kembali menjadi gadis yang ceria
dan rajin menyiapkan makanan buat kakak – kakaknya.
Beberapa
tahun kemudian, tanpa didahului oleh sakit tau tanda tanda apa pun, gadis
sedaroh putih tiba – tiba meninggal dunia. Enam saudaranya menjadi terpukul
hatinya mengalami kejadian itu. Betapa, sang adik satu – satunya wanita dan di
sayangi kini telah tiada.
Mereka
kemudian mengubur mayat sedaro putih di lahan yang agak jauh dari rumahnya.
Setiap hari mereka merawat pusara adiknya dengan setia dan penuh kasih sayang.
Meskipun sedaro putih telah tiada, namun wujud rasa sayangnya di curahkan
dengan merawat kuburanya.
Selang
beberapa waktu, di samping pusaran itu tumbuh sebuah pohon aneh. Selama hidup
mereka tidak pernah menjumpai pohon itu. Mereka kemudian merawat pohon itu
dengan baik sehinga tumbuh subur. Pohon itu di beri nama sedaro putih seperti
nama adiknya yang terkubur di situ.
Di samping
pohon aneh sedaro putih, tumbuh pula pohon kapung. Mereka membiarkanya karena
dianggap dapat melindungi pohon sedaro putih.
Beberapa
tahun kemudian pohon sedaro putih mulai berbunga. Bunganya dilindungi oleh
pelepah, menyerupai perahu tengkurap. Jika angin berhembus, maka ranting pohon
kapung memukul – mukul pelepah bunga pohon sedaro putih. Akibatnya pelepah itu
memar dan mengaliri pohon.
Suatu
ketika salah satu dari enam bersaudara itu berziarah ke kubur sedaro putih.
Secar tak sengaja ia memperhatikan ranting pohon kapung yang memukul – mukul
pelepah bunga sedaro putih. Diperhatikan terus, ternyata keluar air dari
pelepah itu dan meleleh ke bawah.
Bersamaan
dengan itu datanglah seekor tupai dan mengerat tangkai pelepah itu. Sebagian
tangkai jatuh ke bawah. Sementa seekor tupai menjilati air yang keluar dari
pelepah yang menempel pada batang pohon tersebut.
Ia merasa
penasaran lalu memungut bagian pelepah yang jatuh. Di coleknya air yang keluar
dari pelepah itu dan dijilatnya. Ternyata rasanya manis dan nyaman sekali.
Saudara sedaro putih itu tersenyum dengan muka yang berseri – seri.
Semua
kejadian itu di ceritakan kepada kelima saudaranya. Mereka kemudian datang ke
kubur adiknya. Salah satu memanjat dan memotong pelepah bunga dan lalu
meneteslah cairan, setetes demi setetes. Rasanya manis. Mereka kemudian
menikmati bersama.
Salah satu
dari mereka mendapat ide untuk menampung tetesan air yang manis itu. Pada
kesempatan lain, di buatlah tabung dari buluh bambu untuk menampung tetesan
air. Setelah di biarkan semalaman, maka air dari pelepah bunga sedaro putih itu
menjadi terkumpul penuh.
Berhari –
hari mereka menyadap getah air sedaro putih. Hasilnya cukup banyak. Kemudian
ada gagasan untuk menanam buah yang jatuh sehingga tumbuhlah di sekitar pusara
adiknya itu pohon sedaro putih dalam jumlah banyak.
Air sadapan
itu kemudian di masak menjadi gula merah dan di jual kepada orang – orang di
sekitarnya. Mereka hidup makmur dari hasil menyadap getah air pohon sedaro
putih. Maka mimpi adiknya dulu menjadi kenyataan, meskipun sedaro putih telah
mati, tapi masih bermanfaat sepanjang masa bagi umat manusia.
*******************************
#######################
Tamat
Langganan:
Postingan (Atom)