Sabtu, 09 Februari 2013


PENGABDIAN PUTRI SEDARO PUTIH
CERITA RAKYAT SUMATERA UTARA 
        Tersebutlah sebuah desa kecil yang terpencil. Jauh dari desa - desa lainnya di sekitar Rejang, bengkulu. Di sebuah rumah kecil yang sangat sederhana hiduplah tujuh saudara. Enam laki – laki dan satu si bungsu perempuan . si bungsu itu bernama sedaro putih. Mereka yatim piatu keadaannya. Semenjak kelahiran sedaro putih, ayah dan ibunya telah meninggal dunia.
        Tujuh bersaudara itu hidup rukun. Mereka tak pernah bertengkar namun saling membantu dalam meringankan pekerjaan. Enam saudara laki – laki setiap hari pergi ke sawah untuk bercocok tanam. Sementara si bungsu sedaro putih mempersiapkan makanan dan mengerjakan pekerjaan di rumah.
        Mereka sangat sayang kepada adiknya , sedaro putih. Karena sedaroh putih, mereka tidak lagi susah – susah memasak makanan. Pulang dari sawah, sudah tersedia makanan di dapur. Tidak susah pula mencari minum, karena tempayan sudah terisih penuh. Tidaklah heran jika segala keperluan sedaroh putih di penuhi oleh kakak – kakaknya.
Alkisah, suatu malam sedaroh putih sedang tidur. Dalam tidurnya ia bermimpi, seakan akan di datangi orang asing yang sama sekali belum pernah di kenalnya.
      “ siapakah tuan sebenarnya ?” tanya sedaroh putih dalam mimpinya.
      “ engkau tak perlu tahu siapakah diriku, nak. Namun kau harus tahu tentang dirimu sendiri. Aku datang untuk membawa kabar buatmu,” kata orang asing itu.
      “ apa maksudmu ?”
      “ ketahulilah bahwa diantara saudara – saudaramu, kaulah yang paling bungsu. Namun sebenarnya kau ini nenek dari ke enam saudaramu itu. Karenanya ajalmu sudah dekat. Bersiaplah menghadapinya !”
      “ Hah....!” sedaro putih terperanjat. “ benarkah aku akan segera mati ?”
      “ Ya. Tetapi kau akan menjadi makhluk yang mulia dan berguna untuk orang banyak.”
      “ apa mungkin,  orang yang sudah mati bermanfaat untuk orang banyak ?”
      “ Ya, kau akan bermanfaat. Karena di atas kuburanmu nanti akan tumbuh sebatang pohon yang tak pernah ada sebelumnya. Pohon itu akan berguna bagi siapa saja. Bahkan sangat di perlukan,” jawab orang asing tersebut.
        Sesaat kemudian sedaro putih terhenyak, dari mimpinya. Ia sadar dan terbangun. Jantungnya berdegup kencang. Mimpinya itu sangat menakutkan. Mungkinkah dia harus mati dalam usia muda? Demikiannya pikirnya dalam hati. Ia duduk terpekur sampai pagi.
        Semenjak itu sedaro putih tidak lagi bersemangat. Ia selalu murung. Mimpi itu sangat terkesan di hatinya. Sehingga sepanjang hari hanya memikirkan nasibnya. Akibatnya, gadis cantik itu tidak enak makan dan tak enak tidur. Hatinya gelisah dan selalu cemas. Tubuhnya semakin lama semakin kurus. Wajahnya menjadi kusut dan tak bercahaya lagi.
        Saudara –saudaranya ikut sedih melihat sikap sedaro putih yang demikian itu.
      “ apkkah yang menyebabkan engkau murung selalu ?” tanya saudara sulungnya.
        Sedaro putih enggan bicara. Ia tak ingin mimpinya itu diketahui oleh saudara – saudaranya.
      “ ayolah adiku, katakan! Apakah enggkau sedang sakit. Jika sakit maka kakak akan carikan obatnya,” desak saudara sulung.
        Sedaro putih hanya menggeleng. Matanya hanya berkaca kaca. Hal ini membuat saudara sulung semakin penasaran. Ia terus mendesak agar adikknya mau mengaku secara terus terang. Akhirnya sedaro putih menceritakan tentang mimpinya.
      “ aku telah bermimpi didatangi seseorang dan mengatakan bahwa diriku segera mati,” katanya sambil menangis.
      “ jangan percaya mimpi. Bukankah mimpi itu bunga tidur?” kakaknya menghibur.
      “ tidak, ini bukan ilusi. Aku takut mimpiku menjadi kenyataan.”
      “ apa yang dikatakan seseorang dalam mimpimu itu?”
      “ katanya, jika aku mati dan telah dikuburkan, maka di atas pusaraku akan tumbuh pohon asing. Pohon itu berguna untuk semua orang.”
      “ pohon apakah  itu?”
      “ aku tidak tahu,”  katanya sambil menghela nafas. Ia kemudian melanjudkan kata – katanya, “ jika memang demikian, berati aku masih bermanfaat bagi orang lain. Biarlah aku rela.”
      “ jangan! Kita harus bersama dan panjang umur. Sebelum mati, kita harus mempunyai keturunan untuk menyaqmbung generasi. Lupakan  saja mimpimu itu !” hibur kakaknya.
        Semenjak saat itu semua kakaknya menghibur sedaroh putih agar tidak bersedih. Perlahan lahan gadis itu mampu melupakan mimpinya. Ia kembali menjadi gadis yang ceria dan rajin menyiapkan makanan buat kakak – kakaknya.
        Beberapa tahun kemudian, tanpa didahului oleh sakit tau tanda tanda apa pun, gadis sedaroh putih tiba – tiba meninggal dunia. Enam saudaranya menjadi terpukul hatinya mengalami kejadian itu. Betapa, sang adik satu – satunya wanita dan di sayangi kini telah tiada.
        Mereka kemudian mengubur mayat sedaro putih di lahan yang agak jauh dari rumahnya. Setiap hari mereka merawat pusara adiknya dengan setia dan penuh kasih sayang. Meskipun sedaro putih telah tiada, namun wujud rasa sayangnya di curahkan dengan merawat kuburanya.
        Selang beberapa waktu, di samping pusaran itu tumbuh sebuah pohon aneh. Selama hidup mereka tidak pernah menjumpai pohon itu. Mereka kemudian merawat pohon itu dengan baik sehinga tumbuh subur. Pohon itu di beri nama sedaro putih seperti nama adiknya yang terkubur di situ.
        Di samping pohon aneh sedaro putih, tumbuh pula pohon kapung. Mereka membiarkanya karena dianggap dapat melindungi pohon sedaro putih.
        Beberapa tahun kemudian pohon sedaro putih mulai berbunga. Bunganya dilindungi oleh pelepah, menyerupai perahu tengkurap. Jika angin berhembus, maka ranting pohon kapung memukul – mukul pelepah bunga pohon sedaro putih. Akibatnya pelepah itu memar dan mengaliri pohon.
        Suatu ketika salah satu dari enam bersaudara itu berziarah ke kubur sedaro putih. Secar tak sengaja ia memperhatikan ranting pohon kapung yang memukul – mukul pelepah bunga sedaro putih. Diperhatikan terus, ternyata keluar air dari pelepah itu dan meleleh ke bawah.
        Bersamaan dengan itu datanglah seekor tupai dan mengerat tangkai pelepah itu. Sebagian tangkai jatuh ke bawah. Sementa seekor tupai menjilati air yang keluar dari pelepah yang menempel pada batang pohon tersebut.
        Ia merasa penasaran lalu memungut bagian pelepah yang jatuh. Di coleknya air yang keluar dari pelepah itu dan dijilatnya. Ternyata rasanya manis dan nyaman sekali. Saudara sedaro putih itu tersenyum dengan muka yang berseri – seri.
        Semua kejadian itu di ceritakan kepada kelima saudaranya. Mereka kemudian datang ke kubur adiknya. Salah satu memanjat dan memotong pelepah bunga dan lalu meneteslah cairan, setetes demi setetes. Rasanya manis. Mereka kemudian menikmati bersama.
        Salah satu dari mereka mendapat ide untuk menampung tetesan air yang manis itu. Pada kesempatan lain, di buatlah tabung dari buluh bambu untuk menampung tetesan air. Setelah di biarkan semalaman, maka air dari pelepah bunga sedaro putih itu menjadi terkumpul penuh.
        Berhari – hari mereka menyadap getah air sedaro putih. Hasilnya cukup banyak. Kemudian ada gagasan untuk menanam buah yang jatuh sehingga tumbuhlah di sekitar pusara adiknya itu pohon sedaro putih dalam jumlah banyak.
        Air sadapan itu kemudian di masak menjadi gula merah dan di jual kepada orang – orang di sekitarnya. Mereka hidup makmur dari hasil menyadap getah air pohon sedaro putih. Maka mimpi adiknya dulu menjadi kenyataan, meskipun sedaro putih telah mati, tapi masih bermanfaat sepanjang masa bagi umat manusia.
*******************************
#######################
Tamat